Selasa, 30 Oktober 2007

Pelecehan Seks Antar-PNS


Seorang guru perempuan mengadu kepada Bupati Tobasa karena berulang kali dilecehkan secara seksual oleh seorang PNS pria. Kadang si oknum pamer celana dalamnya, kadang “memainkan” jari tangannya, dan bahkan “mencium” guru itu saat berdoa bersama murid-muridnya.

Aku memperoleh fotokopi surat pengaduan sepanjang lima halaman yang ditulis tangan dari seorang sumber. Setelah dikonfirmasi kepada si guru, ia membenarkan surat tersebut. “Tapi saya nggak tahu apakah pengaduan saya sampai ke tangan Bupati. Setahu saya, Pak Bupati sangat tegas kalau ada PNS yang bersikap amoral seperti ini,” ujarnya ketika kuwawancarai beberapa waktu lalu.

Guru yang memiliki suami dan anak ini, sebut saja Uli, mengajar di SD 175806 Desa Sibarani Nasampulu, Kecamatan Laguboti. Meski usianya sudah 46 tahun, Uli terlihat awet muda dengan tubuh langsing. Profesi guru ditekuninya sejak 1979. Sedangkan pria yang melecehkannya ialah tetangganya sendiri, seorang pegawai Dinas Pertanian Tobasa yang bertugas di Laguboti, sebut saja Lokkot, yang juga memiliki istri dan anak.

Pelecehan pertama yang dilakukan Lokkot, jelas Uli dalam suratnya kepada Bupati, adalah pada Nopember 2005. Saat itu ia tengah mengajar di depan kelas dan tiba-tiba Lokkot berdiri di depan pintu. Tak diduga, pria ini menyelipkan ibu jari tangannya di antara jari telunjuk dan jari tengah, sebagai isyarat hubungan seksual, sembari menunjukkannya kepada Uli.

Tidak cuma itu, pada Februari 2006, Uli yang bekerja sampingan sebagai tukang jahit, juga diteriaki Lokkot dari luar rumahnya. Eh, ternyata ia datang dengan memegang celana dalam laki-laki berwarna putih. Sambil tersenyum, ia mengangkat tinggi-tinggi celana dalam itu sambil memamerkannya kepada Uli yang sedang menjahit dekat jendela rumah. Seorang guru wanita lain, rekan Uli, pun pernah mengalami perlakuan mirip. Kala itu Lokkot mengenakan handuk. Tiba-tiba ia membuka handuk tersebut dan sengaja mempertontonkan celana dalamnya.

Sebulan berikutnya Lokkot “kambuh” lagi. Saat berdoa bersama 68 muridnya di halaman SD dalam upacara pagi, Uli merasakan pipinya disentuh. Begitu membuka mata, ia melihat Lokkot telah berdiri di sebelahnya. Ia tidak tahu apa yang dilakukan Lokkot kepadanya saat memejamkan mata. Apakah dicolek dengan tangan, dicium, atau bagaimana. Ternyata guru lain pun mengaku mengalami peristiwa serupa ketika acara berdoa.

Selang beberapa hari kemudian, Uli dan rekan-rekannya guru yang sedang berada dalam mobil berpapasan dengan mobil Lokkot. Lagi-lagi ia diteriaki, “Ahu majo mangangkat na di pudi i (aku mau ‘angkat’ yang duduk di belakang).” Di hari lain, Lokkot berujar, “Kapan kau bisa kubawa ke tenda biru.” Yang dimaksud dengan tenda biru ialah cafe-cafe di pantai Lumban Silintong, Balige.

Sejak awal dilecehkan, Uli dan rekan-rekannya guru sudah berencana mengadukan Lokkot. Tapi urung, karena mereka memikirkan dampaknya bagi karir Lokkot sebagai PNS dan bagi keluarganya. Apalagi istri Lokkot adalah juga seorang guru di SD yang sama dengan Uli. Puncaknya pada 19 September lalu, sebelum akhirnya kasus ini diadukan kepada Bupati.

Malam itu Lokkot bertengkar hebat dengan istri dan anak-anaknya. Warga desa berhamburan menonton. Seorang putri Lokkot berumur 24 tahun memegang pisau. “Bunuhlah aku, Pak,” katanya histeris kepada Lokkot. Mencegah jangan sampai terjadi pertumpahan darah, Uli menghampiri rumah Lokkot dengan maksud membujuk anak gadis yang tengah memegang pisau itu. Saat itulah Lokkot meneriaki Uli di depan banyak orang: “Najis, pergi kau! Adoi ni inam!”

Uli pun kembali ke rumahnya. Ia menangis, karena telah berulang kali dilecehkan oleh Lokkot. “Hati saya tercabik-cabik. Saya merasa teraniaya secara batin. Apa dasarnya mengatakan saya najis, padahal saya wanita baik-baik dan sama sekali tidak genit,” katanya. Dalam surat kepada Bupati, Uli menulis, “Tolonglah saya, Pak. Saya ingin hidup tenang. Hanya Bapaklah yang bisa menghentikan semua ini.”

Dia menjelaskan, surat pengaduan kepada Bupati diterima salah satu kantor bagian di Setdakab, menjelang akhir September silam, dan fotokopinya diberikan juga ke Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) Tobasa. Pejabat Diknas lalu menawarkan Uli pindah tugas ke SD lain. “Tapi saya tolak, kok jadi saya yang pindah, nanti ada kesan saya yang bersalah,” ucapnya.

Sebagai catatan, Bupati Monang Sitorus diketahui sangat sensitif dengan pelanggaran-pelanggaran moral seperti kasus ini. Bupati pernah menegur PNS pria dan wanita yang berboncengan dengan sepeda motor, di suatu pagi, saat Bupati sedang memimpin apel di halaman kantornya. Pegawai itu “ditarik” Bupati dan diingatkan di depan peserta apel

1 komentar:

akbar_abe@yahoo.id.com mengatakan...

sebagai seorang pendidik sehrsnya memberi contoh,bkn berbuat seronok jd agar kiranya diberi hukuman sevcara islam saja